BALIKPAPAN - Bendahara
Asosiasi Pengusaha Kepiting Balikpapan Andi Abdul Hakim mengatakan,
sebagian besar petambak dan nelayan belum mengetahui kebijakan larangan
perdagangan kepiting bertelur dari Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP).
“Jadi, nelayan dan petambak juga
diedukasi mengapa sampai muncul larangan tersebut. Apa tujuan
sesungguhnya. Bila memungkinkan, apa pengganti pekerjaan menangkap
kepiting,” ujarnya, Kamis (14/4).
Sosialisasi itu diharapkan menimbulkan
kesadaran, sehingga nelayan dan petambak tidak lagi memaksa shipper
membeli kepitingnya. Menurut Hakim, petambak dan nelayan membawa
kepiting hasil tangkapannya kepada pengepul atau shipper.
Kepiting dihargai berdasarkan beratnya.
Dulu, juga berdasar jenis kelaminnya, dan yang menjadi sumber larangan
Kementerian KKP adalah berdasarkan keadaan kepiting betina, bertelur
atau tidak.
Untuk satu kilogram kepiting bertelur
harganya bisa mencapai Rp 350.000 di Balikpapan. Kepiting seberat itu
rata-rata terdiri dari 3-4 ekor. “Kalau kami tidak beli, bisa diparang
sama nelayan atau petambak,” kata Hakim. (ant/kri/jos/jpnn)
Sumber : jpnn
Ketika KKP tidak melakukan sosialisasinya dengan benar dan tidak memberikan solusi pada nelayan maka itu adalah sebuah fakta bahwa kepedulian KKP sangat minim dan penanganan kerja dilapangan sangatlah jauh dari profesional dan sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Jika KKP ditangani oleh orang yang mengerti dunia perikanan dan kelautan maka mereka harusnya tidak seenaknya membuat peraturan-peraturan yang tidak melalui kajian-kajian akademis dan teknis lapangan yang mereka harusnya menguasai betul segala macam alat tangkap nelayan yang ada di Indonesia.
Penganan ini harusnya dilakukan oleh praktisi-praktisi yang mengerti betul keadaan perikanan dan kelautan Indonesia niscaya tidak akan terjadi hal seperti ini. Perekrutan anggota KKP harus mulai dipertanyakan latar belakangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar