ads

  • Zulhas Pemersatu Tokoh Nasional

    Zulkifli Hasan atau biasa disapa Bang Zulhas adalah salah satu tokoh pemersatu pada saat perpecahaan saudara saat pilpres 2019, Zulhas bermain apik dalam memerankan seorang politikus yang memiliki jiwa demokrasi yang tinggi dan juga kepiawaiannya dalam melak

  • Zulkiflli Hasan Di Pojokkan

    Saat itu, dia sedang memimpin rapat. Dia genggam erat palu sidang itu. Dia sampaikan pikirannya tuntas dan terbuka. Orang itu adalah orang nomor satu di Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan. Beliau masih orang nomor satu. Sebagai Ketua Umum Partai, Zulkifli sekilas tampak tak kuat bermain fisik. Kokoh lengannya di lapangan tenis tidak tergambar di dalam forum itu. Dia hanya diam ketika ada seorang kader partainya meremas bahunya.

  • Ekonomi Nelayan Tidak Membaik

    Sejumlah nelayan mengaku dampak pembangunan pulau buatan hasil reklamasi menyebabkan berkurangnya hasil tangkapan para nelayan hingga lebih dari 50 persen..

  • Keluarga Para Nelayan yang Ditangkap

    Sejumlah ibu-ibu menangis di Kantor Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT), Jumat (15/4) sore

  • Nelayan Indonesia

    Nelayan Indonesia memiliki segudang masalah yang harus diperbaiki, maka dari itu Menteri Perindustrian harus membina para nelayan dan memberikan solusi sehat kepada usaha nelayan.

Regulasi Tumpang Tindih Bikin Nelayan Kurang Sejahtera



REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sejumlah peraturan dan payung hukum dalam mendorong kesejahteraan nelayan dinilai masih tumpang tindih. Hal ini disebut-sebut menjadi penghambat langkah pemerintah dalam mendorong nelayan dalam kehidupan yang labih baik.

Pakar kelautan Universitas Stikubank (Unisbank) Kota Semarang, Karman mengatakan, sejumlah program yang digulirkan pemerintah untuk mengangkat harkat kesejahteraan nelayan memang patut diapresiasi.

Hanya saja, masih butuh sinergi kebijakan dan regulasi agar upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan ini bisa dilaksanakan dengan optimal. “Tidak seperti sekarang, masih banyak regulasi yang kontraproduktif di lapangan,” ujarnya, Ahad (24/4).

Ia mengatakan, salah satu kendala dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim adalah masih adanya tumpang tindih antara satu regulasi dengan regulasi yang lain. Akibatnya pelaksanaan di lapangan semakin tidak jelas.

Ia mencontohkan perihal definisi nelayan kecil yang hingga saat ini masih berbeda. Ada yang menyebut nelayan yang menggunakan kapal di bawah 10 gross ton (GT), di sisi lain  ada yang menyatakan 15 GT.

Ini sangat berimbas pada pembiayaan. Sebab seperti nelayan dengan kapal di bawah 5 GT tidak dipungut biaya. Persoalan semakin rumit dengan munculnya perbedaan di masing- masing kabupaten/ kota.

Dengan kondisi tersebut, Karman meminta kepada para pemegang kebijakan untuk lebih tepat sasaran dalam rangka menyejahterakan nelayan. Soal kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti terkait alokasi bahan bakar minyak (BBM), padahal pertamina juga mengeluarkan kartu.

Juga dalam hal asas hukum, seharusnya ada aturan khusus setelah kebijakan pusat melarang cantrang. Dalam hal ini peraturan yang mana yang dipakai. Karena nelayan cantrang itu juga pekerja,” katanya.

sumber :  Nasional Republik

Share:

Utamakan manfaat bagi Nelayan dalam setiap kebijakan!



Berita 28 April 2016 - VIDEO Reklamasi Teluk Jakarta, Jokowi: Jangan Lupakan Nelayan (HEBOH)

Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa keberlangsungan reklamasi tidak boleh melupakan kehidupan nelayan, mengingat mereka sangat bergantung pada lingkungan di sekitar mereka sebagai mata pencahariannya. Hal ini ditegaskan dalam tiga arahan.

"Presiden Jokowi, telah memberikan tiga arahan terkait proyek besar itu. Pertama adalah untuk betul-betul memperhatikan aspek lingkungan," jelas Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, Rabu (27/4).

"Pertama adalah untuk betul-betul memperhatikan aspek lingkungan.Kedua, tidak boleh menabrak aturan hukum yang berlaku. Presiden Jokowi memerintahkan semua kementerian/lembaga berkooordinasi agar tidak ada aturan yang tumpang tindih. Terakhir, Presiden menekankan bahwa proyek ini tidak ada artinya tanpa mengedepankan memberikan manfaat bagi rakyat terutama adalah para nelayan setempat," pungkas Pramono Anung.

Tiga arahan ini disampaikan Presiden Joko Widodo memimpin rapat membahas reklamasi untuk pembuatan tanggul raksasa di utara Jakarta. Proyek yang akan terintegrasi dengan pulau-pulau buatan reklamasi di Teluk Jakarta akan sepenuhnya dikelola pemerintah.

"Proyek ini yang selanjutnya akan disebut Garuda Project karena ini memang proyek besarnya. Proyek ini sebenarnya berbeda dengan reklamasi di pulau-pulau yang disebut pulau A, B, C dan seterusnya sampai 17 pulau," ujar Seskab Pramono Anung usai rapat di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (27/4/2016).
Share:

28 ABK Nelayan Asing Asal Vietnam Diperiksa Imigrasi Pontianak




Pontianak, thetanjungpuratimes.com – Sebanyak 28 anak buah kapal (ABK) nelayan asing asal negara Vietnam diperiksa di Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak, pada Kamis (28/4) siang.

Kepala Seksi Informasi dan Sarana Komunikasi Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak Prayitno mengatakan, ke 28 nelayan warga negara Vietnam itu merupakan limpahan dari Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).

Prayitno mengatakan seluruhnya adalah nelayan yang ditangkap oleh kapal Hiu Macan 1 pada tanggal 15 April 2016.

Mereka ini, kata Prayitno ditangkap oleh PSDKP di enam kapal nelayan yang masuk ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia khususnya di Daerah Natuna.

“Sementara ini Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak menerima 28 orang nelayan asal Vietnam, totalnya ada 52 orang. Sementara yang lainnya yakni 24 orang lagi masih dalam proses pemeriksaan oleh penyidik dari PSDKP,” kata Prayitno.

Nelayan asing asal Vietnam ini kata Prayitno, setelah menjalani berita acara pemeriksaan (BAP), akan dimintai keterangan oleh pihak imigrasi untuk diproses selanjutnya.

“Akan segera kita limpahkan ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) untuk proses deportasi. Hasil pemeriksaan sementara oleh penyidik bahwa semua nelayan asal Vietnam ini sama sekali tidak memiliki dokumen resmi, hanya memiliki kartu identitas, kalau di Indonesia semacam KTP,” ungkap Prayitno.
Hal yang sama disampaikan oleh Fredi Siswanto petugas PSDKP. Ia menuturkan nelayan asing asal Vietnam ini sebelumnya ditangkap oleh PSDKP karena masuk perairan Indonesia pada 15 April 2016.

“Totalnya berjumlah 52 orang, mereka diduga melakukan pencurian ikan di daerah Zona Ekonomi Eksklusif  (ZEE) Indonesia,” ungkapnya.

Fredi juga mengungkapkan yang dikirim ke kantor Imigrasi kelas I Pontianak baru 28 orang, sedangkan sisa 24 orang lainnya masih dalam proses penyedikan oleh PSDKP.
(Agustiandi/Dede)

Sumber : tanjungpuratimes


Itulah yang terjadi jika perairan ZEE tidak ditempati kapal-kapal besar Indonesia, negara asing yang melihatnya berbondong bondong nekat menangkap ikan tersebut dengan nekat, karena ikan yang sedang ingin ditangkap itu jenis ikan Pelagis yang selalu berpindah-pindah.
Share:

Presiden Minta Peraturan yang Memberatkan Nelayan Direvisi




Rus Akbar
Jurnalis
 PADANG - Hasil pertemuan yang dilakukan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti dengan Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno membuahkan hasil yang sangat baik bagi nelayan Sumatera Barat.

“Presiden Jokowi sudah meminta Menteri Susi untuk melakukan evaluasi dan revisi mengenai beberapa Peraturan Menteri (Permen) yang selama ini meresahkan para nelayan Sumatera Barat,” kata Irwan Prayitno, Selasa (12/4/2016).

Menurut Irwan, peraturan yang dievaluasi dan direvisi itu adalah mengenai  kemudahan perizinan kapal-kapal nelayan lokal yang berkapasitas di atas 30 Gross Ton (GT), agar bisa diurus di provinsi, peraturan tentang batas wilayah tangkapan nelayan, peraturan untuk kemudahan lalu-lintas ekspor hasil tangkapan nelayan, dan beberapa peraturan lainnya.

“Beberapa kebijakan lainnya juga akan kami susun untuk memberi peluang peningkatan kesejahteraan para nelayan seoptimal mungkin,” ujarnya.

Irwan berharap, hal ini akan dievaluasi sesegera mungkin, dan peraturan teknis berupa Peraturan Menteri dan turunannya akan segera dikeluarkan. “Kami dan Dinas KKP Pemprov akan dengan intens menjadi mitra menteri dalam mengawal prosesnya,” pungkasnya.
(fds)
Sumber : okezone 
Share:

Gunakan Cantrang, Nelayan Cirebon Sering Dikejar Petugas



Dwi Ayu Artantiani
Jurnalis
CIREBON - Sejumlah nelayan di Desa Suranenggala Kulon, Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat mengaku sering dikejar dan disita petugas. Pasalnya mereka masih kedapatan menggunakan alat tangkap jenis cantrang atau jaring pukat harimau untuk mencari ikan di laut.

Heryawan, salah seorang nelayan mengatakan, dengan adanya Peraturan Menteri Kelautan Nomor 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap cantrang membuat dirinya resah. Hal itu dikarenakan, dirinya setiap mencari ikan di laut para nelayan kerap dikejar oleh petugas.

Padahal, kata dia, alat tangkap cantrang sudah digunakan para nelayan selama 25 tahun lebih. Sehingga dengan adanya kebijakan ini, mereka takut untuk melaut. Bahkan tak sedikit dari nelayan yang alat tangkap dan kapalnya diamankan ke pelabuhan untuk ditahan.

"Kami berharap kepada Menteri Kelautan untuk tidak melarang penggunaan alat tangkap cantrang, karena sudah digunakan secara turun temurun. Selain itu dengan adanya larangan ini, para nelayan resah karena kalo jaring dirampas oleh petugas tidak ada ganti rugi, sementara modalnya mencapai Rp16 juta," paparnya, Sabtu (16/4/2016).

Sumber : okezone
Share:

40 Kapal Nelayan Ditangkap di Perairan Indonesia #SusiPembohong




INDRAMAYU - Sebanyak 40 kapal nelayan kecil ditangkap di perairan Indonesia karena berbagai hal. Di antaranta karena diduga melanggar peraturan terkait alat tangkap.

Penangkapan kapal nelayan itu merupakan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti. Hal tersebut dikatakan Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Barat sekaligus anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono.

"Terkait maraknya penangkapan kapal nelayan kecil, dalam waktu dekat, saya dan teman-teman di Komisi IV DPR RI akan menyurati Presiden langsung," ujar Ono saat mengunjungi korban penangkapan nelayan di Desa Ilir, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Senin (18/4/2016).

Ia juga akan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar melepaskan nelayan dan kapal nelayan yang ditangkap dan meninjau ulang kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Menteri KP Susi Pudjiasuti terkait penangkapan kapal nelayan.

"Semoga saja Bapak Presiden masih mempunyai hati nurani dan berpihak kepada nelayan kecil. Karena sejak Menteri KP menjabat, kebijakannya malah mengekang nelayan kecil," ucapnya.

Sementara, istri nahkoda Kapal Motor Rezeki Bintang Indah yang ditangkap oleh Polair Polda Lampung, Nurtami (21) mengungkapkan keinginanya agar suaminya segera dibebaskan.

"Kami mau makan apa kalau suami saya yang mencari nafkah ditahan. Kini buat biaya sehari-hari saja kami harus pinjam sana-sini," terangnya.

Ia menjelaskan suaminya itu, yakni Saryani (27) yang berprofesi sebagai nahkoda Kapal Motor Rezeki Bintang Indah beserta 10 ABK pada 17 Februari 2016 diperiksa dan ditangkap oleh Pol Air Polda Lampung saat sedang di perairan Lampung.

Saryani ditangkap berdasarkan Permen KP Nomor 36 Tahun 2004 tentang andon penangkapan. "Tetapi dakwaan tersebut dianggap kabur (obscure lible), pasalnya dalam Undang-Undang Nomor 31 Tag in 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, tidak mengenal istilah SIPI Andon," ucap Nurtami.
Share:

Setahun Berlalu, Belum Ada Solusi Pengganti Alat Tangkap Nelayan #SusiPembohong



REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron menilai, belum ada solusi pengganti alat tangkap perikanan dari Pemerintah yang dilarang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 2 Tahun 2015. Menurutnya, jika memang Permen ini melarang penggunaan alat tangkap perikanan yang digunakan oleh nelayan, seharusnya pemerintah memberikan solusi pengganti alat tangkap.

"Saya pikir ini tidak ada masalah, sepanjang bahwa ada alternatif yang dibantu Pemerintah, ada program yang bisa menggantikan (alat tangkap) itu," kata Herman, usai pertemuan antara Tim Kunjungan Spesifik Komisi IV DPR RI dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara(PPN) Kejawanan, perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan(KKP), pihak kepolisian, dan puluhan perwakilan nelayan se-Cirebon dan Indramayu, di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (20/4).

Menurut dia, tujuan diterapkanya Permen itu cukup baik. Namun sangat sulit diterapkan, ketika sebagian besar nelayan masih menggunakan alat tangkap yang dilarang dalam Permen itu. Dia meminta pemerintah untuk mengkaji, mengevaluasi, dan mencabut Permen KP No 2 Tahun 2015 itu.
DPR Ingin Aturan Soal Alat Tangkap untuk Nelayan Dikaji Ulang

"Cantrang, dogol, dan alat tangkap lainnya itu kan alat tangkap yang digunakan nelayan-nelayan kecil dan tidak mampu secara finansial. Tujuan dari Permen itu bagus, tapi sulit diterapkan dengan jumlah nelayan yang masih banyak mempergunakan alat itu," kata Herman.

Politisi asal dapil Jawa Barat itu menambahkan, dia telah mendapatkan banyak aspirasi penolakan dari diterapkannya permen itu. Ironisnya, penerapan permen yang sudah setahun itu, belum menyelesaikan permasalahan terkait hal-hal yang dilarang dalam permen itu.

"Kondisi nelayan hari ini sama dengan setahun yang lalu. Pengaduan nelayan saat ini, sama dengan pengaduan nelayan setahun yang lalu. Artinya bahwa setelah lahirnya permen itu, belum ada jalan keluar untuk menyelesaikan tentang pelarangan yang ada di Permen itu," kata Herman.

Herman mengakui, dalam kesempatan raker dengan Menteri KKP beberapa waktu lalu, dia meminta pemerintah untuk merevisi permen KP No 1 Tahun 2015, yang juga mendapat penolakan dari masyarakat nelayan. Berikutnya, Komisi IV DPR juga meminta pemerintah mengkaji Permen KP No 2 Tahun 2015.

"Kami dengan sangat keras, Permen KP No 1 Tahun 2015 untuk segera direvisi, walaupun arah revisinya masih belum jelas. Kami akan kawal proses revisi ini, pasca berbagai aspirasi dari nelayan selama setahun ini. Ini harus betul-betul diperhatikan," pesan Herman.

Dalam kesempatan itu, perwakilan nelayan di Cirebon dan Indramayu juga menyampaikan aspirasinya terkait penerapan Permen itu. Ada yang mengatakan tidak terkena imbas Permen itu, namun ada juga yang merasakan dampak signifikan dari penerapan Permen itu. Bahkan, sempat terjadi penangkapan kepada nelayan, karena dianggap melanggar permen itu.


sumber : Republika

Share:

Permen No 2 Tahun 2015 Harus Segera Dikaji Ulang


 Oleh : Ririn Aprilia

VIVA.co.id – Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo mengatakan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 2 Tahun 2015 harus segera dikaji ulang. Pasalnya, setahun setelah dikeluarkannya Permen itu, permasalahan seputar nelayan tetap tak kunjung selesai.

Demikian ditegaskannya usai memimpin Tim Kunjungan Spesifik Komisi IV DPR RI ke Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan, Cirebon, Jawa Barat, Rabu 20 April 2016. Hadir dalam kesempatan ini Kepala PPN Kejawanan Imas Masriah, perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pihak kepolisian, dan puluhan perwakilan nelayan se-Cirebon dan Indramayu.

“Sudah setahun lebih, permasalahan seputar nelayan kok tidak kelar. Dulu kita mengingatkan Peraturan Menteri No 1 dan 2 Tahun 2015, itu semua dikaji dulu, termasuk petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya,” ujar Edhy.

Sebagaimana diketahui, sebagian besar masyarakat nelayan menolak Permen KP No 2 Tahun 2015 dikarenakan minimnya sosialisasi, dan tidak ada penggantian alat tangkap ikan dari Pemerintah. Pasalnya, alat tangkap yang dimiliki nelayan saat ini, sebagian besar dianggap tidak ramah lingkungan. Kebanyakan para nelayan itu keberatan dengan isi Permen yang menurut nelayan sangat memberatkan.

Politisi F-Gerindra itu mengingatkan, KKP sebagai pihak yang menaungi masyarakat nelayan, seharusnya dapat menjadi pembina, bukan malah menjadi musuh nelayan. Sehingga, ketika KKP menerbitkan Permen itu, seharusnya ada solusi yang diberikan, misalnya dengan penggantian alat tangkap nelayan. Apalagi, Komisi IV DPR juga telah menggelontorkan kenaikan anggaran untuk KKP.

“Anggaran KKP sudah kita berikan 2 kali lipat lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Harusnya lebih bagus, sebelumnya Rp5 triliun, sekarang mencapai Rp11 triliun. Kalau sudah begitu, harusnya untuk mengganti alat tangkap nelayan itu, tidak sulit. Jika kita memberikan alat tangkap ke nelayan, ini secara tidak langsung memberikan lapangan kerja,”ujar Edhy.

Politisi asal dapil Sumatera Selatan juga masih belum memahami maksud dari alat tangkap ikan yang diatur dalam Permen KP No 2 Tahun 2015 itu. Menurutnya, jika memang alat tangkap ikan itu perlu diatur, harus ada kejelasan, alat tangkap seperti apa yang dimaksud.

“Soal alat tangkap saja ini masih simpang siur. Misalnya cantrang, lalu cantrang yang seperti apa. Ada yang bilang cantrang tidak ramah lingkungan. Lalu seperti apa cantrang yang ramah lingkungan. Kalau memang alat tangkap tidak ramah lingkungan tidak diperbolehkan, harusnya KKP memikirkan penggantinya dan itu harusnya tidak sulit,” ujar Edhy.

Dalam kesempatan itu, salah satu perwakilan nelayan, Herman, menyuarakan keberatannya dengan penerapan Permen KP No 2 itu. Pasalnya, dari 30 ribu alat tangkap yang dimilikinya, sebagian besar tidak masuk dalam kategori Permen itu, dalam artian tidak ramah lingkungan.

“Kami tanyakan kepada KKP, apa solusinya. Namun sampai sekarang tidak ada jawaban. Sehingga banyak nelayan saya yang menganggur,” ujar Herman.

Didik Haryanto, dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Indramayu malah mengatakan, akibat adanya Permen ini, ada penangkapan kepada nelayan dari aparat keamanan, karena penggunaan alat tangkap yang dianggap tidak ramah lingkungan.

“Bagaimana nelayan maunya melaut, kalau masih ada Permen ini,” kata Didik.

Kunjungan ini juga diikuti oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron (F-PD), dan Anggota Komisi IV DPR I Made Urip (F-PDI Perjuangan), Ono Surono (F-PDI Perjuangan), Yadi Srimulyadi (F-PDI Perjuangan), Agustina Wilujeng Pramestuti (F-PDI Perjuangan), Ichsan Firdaus (F-PG).
Kemudian, OO. Sutisna (F-Gerindra), Andi Nawir (F-Gerindra), Sjahrani Mataja (F-Gerindra), Haeruddin (F-PAN), Taufiq R. Abdullah (F-PKB), Sa'duddin (F-PKS), Zainut Tauhid Saadi (F-PPP), Fadholi (F-Nasdem). (www.dpr.go.id)


Sumber : Viva
Share:

Nelayan Jakarta, Menuntut Haknya




BERITABUANA.CO, JAKARTA - Warga luar batang yang terkena gusuran, Kamis tadi (21\4) melakukan aksi demo, terkait proyek Reklamasidi pasar ikan. Notabene warga pasar ikan adalah nelayan. Mereka menuntut Hak-hak nya atas penggusuran tempat tinggalnya.
"Kami warga luar batang dan sekitarnya, melakukan demo karna menuntut hak kami." Ujar Alim (53)  salah seorang, di Monas, Kamis (21/4/2016).
Penggusuran pasar ikan juga, mempengaruhi aktifitas nelayan di sekitardaerah tersebut. Karena, nelayan harus tinggal di perahu masing-masing, akibatnya mereka tak mampu mencari ikan.
"Yang kena gusur repot mas, karna kan tinggal di perahu masing-masing, jadi aktifitas nelayan ya terhambat juga." Tambah Alim.
Demo tersebut, rencana nya akan dilakukan mulai dari Istana Negara, menuju Tugu Monas, dan akan berakhir di patung MH. Thamrin. Sekitar,160 orang aparat keamanan dikerahkan, guna mengawasi Aksi tersebut.
" Dari Sabara 1 kompi, atau 100 orang, kalau Brimob sekitar 60 orang."  Ujar Refdy (25) selaku Anggota satuan Sabara. Demo yang dilakukan oleh warga luar batang ini, sudah mendapatkan persetujuan, dan mereka berjanji skan tertib. (Dul)

sumber : Berita Buana


Share:

Nelayan Keluh Kesah Bekasi



Peraturan itu dibuat untuk menyetarakan dan menertibkan barisan atau proses. bukan cara seperti ini, Nelayan sudah tidak melaut selama 18 bulan harus menghadapi aturan-aturan seperti ini, siapakah yang harus disalahkan? kemana MKP pergi? sebenarnya berpihak kepada siapakah MKP ini?
Share:

Nelayan Teluk Jakarta



Berita 20 April 2016 - Aksi Protes Ratusan Nelayan Reklamasi Teluk Jakarta ANARKIS !!

JAKARTA – Pro-kontra soal reklamasi di Teluk Jakarta mencapai babak baru. Kemarin (18/4) pemerintah pusat bersama Pemprov DKI akhirnya bersepakat melaksanakan moratorium (penghentian sementara).

Kesepakatan tersebut merupakan hasil rapat antara beberapa menteri terkait dan Gubernur DKI Basuki T. Purnama di Kantor Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya kemarin petang. Rapat dipimpin langsung oleh Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli. Hadir pula Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti serta Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya. ”Sementara kami hentikan. Moratorium. Sampai peraturan perundang-undangan dipenuhi,” ujar Rizal kepada wartawan setelah pertemuan.

Sebagai jalan keluar, pemerintah akan membentuk komite bersama yang akan membahas payung hukum pelaksanaan reklamasi di Teluk Jakarta. Komite tersebut akan diisi dua direktur di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Juga, dua direktur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta dua Dirjen dari sekretariat kabinet. Kementerian yang dipimpin Rizal Ramli juga ikut dengan memasukkan dua deputi dan chief legal officer.

Rizal menjelaskan, komite tersebut akan menyelaraskan semua aturan yang berlaku untuk pelaksanaan reklamasi. Setelah semua terpadu dengan baik, pembangunan 17 pulau di Teluk Jakarta boleh dilanjutkan. ”Reklamasi ini bolong-bolong (aturannya, Red). Kalau dibahas, tidak selesai-selesai,” tambahnya.

Bagaimana tanggapan Basuki T. Purnama? Ahok –sapaan Basuki T. Purnama– optimistis moratorium reklamasi tidak akan berlangsung lama. Bahkan, mengenai izin, dia mengklaim wewenang tetap ada di tangannya selaku gubernur DKI. ”Tetap di DKI, kecuali pulau pelabuhan M, N, O, P, Q,” ucap dia.

Sebelum rapat dengan para menteri, Ahok juga menegaskan bahwa reklamasi bukanlah barang larangan. Dia justru mengatakan bahwa Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP Sudirman Saad yang mengajarkannya tentang reklamasi. ’’ Dulu, katanya, Teluk Jakarta sudah terkontaminasi. Maka, teknik mengatasinya adalah reklamasi supaya bisa menyerap bahan-bahan racun. Ada dalam buku beliau lagi, tanya beliau,’’ ucapnya di balai kota kemarin.

Dia menambahkan, yang dipermasalahkan para menteri terkait hanyalah izin. Untuk izin itu, Ahok pun tidak mempermasalahkan. Yang paling penting, bagi dia, jika proyek itu berjalan adalah yang akan diperoleh Jakarta. ’’Jangan gara-gara reklamasi, DKI masih keluarin APBD ataupun membebani APBN untuk fasos fasum,’’ jelasnya. Ke depan, jika izin ditarik pemerintah pusat, dia hanya meminta tambahan kontribusi 15 persen dari saleable area, jangan dihapus. Nanti, lanjut dia, DKI yang repot.

Mantan politikus Golkar itu juga merasa bingung. Reklamasi di 17 pulau di Teluk Jakarta dipermasalahkan. Namun, pembuatan PT KCN yang juga hasil reklamsi tidak diributkan. Lahannya juga cukup luas, mencapai 12 hektare. ’’Buat stok pasir segala macem sama batu bara kok nggak ada yang ributin. Nempel lagi dengan daratan. Itu dampak lingkungannya lebih parah,’’ terangnya. Namun, lanjut dia, para nelayan tidak pernah melakukan protes akan tindakan tersebut.

Sebagai orang nomor satu di ibu kota, Ahok menegaskan bakal membongkar pulau itu. Sebab, peringatannya selalu diabaikan. ”Kami peringati, tapi diuruk terus. Kami juga nggak mungkin nahan orang. Yang saya bingung, kenapa nggak ribut, alur laut juga ditutup,’’ terangnya. Makanya, pihaknya akan menanyakan hal itu kepada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
Share:

Tolak Bertemu Nelayan Angke, Ahok: Ketemu Saya Urusan Apa?



 Sejumlah ikan hasil tangkapan nelayan dari perairan Teluk Jakarta di Kantor LBH, Jakarta, 19 April 2016. Beberapa waktu lalu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama "Ahok" yang menyatakan bahwa tidak ada ikan di Teluk Jakarta yang telah tercemar logam berat dan sangat kotor. TEMPO/M Iqbal Ichsan

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok mengaku enggan bertemu komunitas nelayan tradisional yang menyambanginya. Para nelayan ini datang lantaran ingin menunjukkan pada Ahok bahwa masih ada ikan di pantai utara Jakarta. Mereka juga mengaku menolak adanya reklamasi.

"Mau nemuin saya urusan apa? Kalau kita berdebat gak bakal ketemu debatnya," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Selasa, 19 April 2016. Meski nelayan datang dengan membawa hasil ikannya, Ahok tetap menyebutkan ikan di Teluk Jakarta sudah tidak ada lantaran ikan ini tercemar. Apalagi teluk Jakarta merupakan muara dari 13 sungai.

Ahok sebelumnya memang pernah mengucapkan bahwa tidak ada ikan di Teluk Jakarta. Karena itu, ia mengaku heran saat nelayan protes mengenai berkurangnya hasil pendapatan mereka. Ahok bahkan menuding aksi mereka dipolitisir lantaran reklamasi seperti di Muara Angke, Jakarta Utara, tak pernah diprotes.

Komunitas Nelayan Tradisional mendatangi kantor Ahok. Hal ini dilakukan untuk membuktikan masih ada ikan di pantai utara Jakarta. Syuhali (56) mengaku dapat menjaring ikan hingga 160 kg. Namun, saat ini perolehan ikannya hanya 5 kg saja. "Hasil tangkapan saya hari ini hanya segini, kira-kira 10 kg," ujar dia.

KNT ini datang bersama 20 nelayan lainnya. Sebelumnya mereka sempat mendatangi Lembaga Bantuan Hukum Jakarta untuk mengadakan jumpa pers. Namun, sesampainya di Balai Kota mereka hanya ditemui oleh Kasubdit Pemantauan dan penanganan konflik sosial kesatuan bangsa dan politik Sonny Triwijaya.

Sebelumnya Ahok pernah menyebutkan dia memprioritaskan dialog dengan warga terkait permasalahan Ibu Kota atau pun kebijakan Pemerintah Provinsi.

Sumber : Tempo

Arogan Ahok gubernur DKI ini sudah terlewat batas, seharusnya dipelajari lebih dalam, duduk berdiskusi dengan para nelayan yang tinggal di teluk Jakarta. Mereka sangat menderita karena penggusuran-penggusuran yang tidak manusiawi sedangkan pemprov DKI membiarkan gedung-gedung pencakar langit yang ada di pelabuhan tersebut tidak di gubris. Terkesan pemerintah hanya bisa manut dan patuh kepada pengusaha-pengusaha pensiunan dari kalangan pejabat tinggi. Sedangkan MKP tidak mengambil sikap untuk membela para Nelayan yang ada disana mereka itu juga adalah nelayan yang harusnya dilindungi dan diberikan bekal untuk mencari hasil tangkap ikan sesuai alat tangkap yang ramah lingkungan akan tetapi MKP yang satu ini susah diajak bicara sama dengan Ahok.
Share:

Nelayan VS Ahok



Berita 19 April 2016 - Ratusan Nelayan Dan Warga Protes Proyek Reklamasi Teluk Jakarta !!

Jakarta: Sekitar seribu nelayan Jakarta menggelar aksi unjuk rasa di pulau reklamasi. Salah satu pulau yang jadi target aksi unjuk rasa yakni pulau G.

Salah satu koordinator aksi Kuat Wibusono menyatakan selain berunjuk rasa di pulau G, nelayan juga bakal menyegel secara simbolis pulau tersebut."Kami akan segel secara simbolis Pulau G. Karena pulau itu pintu utama proyek reklamasi," kata Kiat di PelabuhanMuara Angke Jakarta Utara, Minggu (17/4/2016).

Pria yang juga sekretaris Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Jakarta itu mengatakan, proyek reklamasi mengancam nasib nelayan. Reklamasi, kata dia, dikhawatirkan membuat nelayan makin sulit mencari ikan di laut.

"Kita bisa dapat kesengsaraan berkepanjangan," kata Kuat.

Aksi ini bukanlah aksi pertama. Kuat mengatakan, nelayan telah beberapa kali melayangkan protes penghentian proyek reklamasi Teluk Jakarta.

"Ditambah sekarang terbukti ada kasus korupsi soal reklamasi ini. Jadi lebih baik dihentikan," ungkap Kuat.

Sejak pukul 08.00 WIB, nelayan mulai berkumpul di pelabuhan Muara Angke. Ratusan Kapal nelayan berukuran kecil hingga besar sudah bersandar buat mengangkut massa menuji Pulai G. Pukul 09.00 WIB, massa bergerak menuju pulau G.

Massa nelayan yang menggelar aksi unjuk rasa kali ini tergabung dalam beberapa organisasi. Di antaranya, Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Jakarta, dan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta.

Ibu Susi sebagai Menteri Kelautan Perikanan tidak terlihat kepeduliannya dengan Nelayan yang sudah bertempat tinggal lama di pelabuhan teluk Jakarta. Ini sudah bentuk yang tidak pro pada masyarakat maka dari itu Nelayan akan terus berjuang untuk meraih hak-hak nya sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak tinggal dan mencari nafkah sesuai yang berlaku pada peraturan-peraturan Permen terdahulu.
Share:

Mayoritas Nelayan Belum Tahu Kebijakan KKP



BALIKPAPAN - Bendahara Asosiasi Pengusaha Kepiting Balikpapan Andi Abdul Hakim mengatakan, sebagian besar petambak dan nelayan belum mengetahui kebijakan larangan perdagangan kepiting bertelur dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Jadi, nelayan dan petambak juga diedukasi mengapa sampai muncul larangan tersebut. Apa tujuan sesungguhnya. Bila memungkinkan, apa pengganti pekerjaan menangkap kepiting,” ujarnya, Kamis (14/4).
Sosialisasi itu diharapkan menimbulkan kesadaran, sehingga nelayan dan petambak tidak lagi memaksa shipper membeli kepitingnya. Menurut Hakim, petambak dan nelayan membawa kepiting hasil tangkapannya kepada pengepul atau shipper.
Kepiting dihargai berdasarkan beratnya. Dulu, juga berdasar jenis kelaminnya, dan yang menjadi sumber larangan Kementerian KKP adalah berdasarkan keadaan kepiting betina, bertelur atau tidak.
Untuk satu kilogram kepiting bertelur harganya bisa mencapai Rp 350.000 di Balikpapan. Kepiting seberat itu rata-rata terdiri dari 3-4 ekor. “Kalau kami tidak beli, bisa diparang sama nelayan atau petambak,” kata Hakim. (ant/kri/jos/jpnn)



Sumber : jpnn


Ketika KKP tidak melakukan sosialisasinya dengan benar dan tidak memberikan solusi pada nelayan maka itu adalah sebuah fakta bahwa kepedulian KKP sangat minim dan penanganan kerja dilapangan sangatlah jauh dari profesional dan sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Jika KKP ditangani oleh orang yang mengerti dunia perikanan dan kelautan maka mereka harusnya tidak seenaknya membuat peraturan-peraturan yang tidak melalui kajian-kajian akademis dan teknis lapangan yang mereka harusnya menguasai betul segala macam alat tangkap nelayan yang ada di Indonesia.

Penganan ini harusnya dilakukan oleh praktisi-praktisi yang mengerti betul keadaan perikanan dan kelautan Indonesia niscaya tidak akan terjadi hal seperti ini. Perekrutan anggota KKP harus mulai dipertanyakan latar belakangnya.
Share:

Suaminya Dipenjara karena Cari Ikan, Istri-istri Nelayan Siap Patungan Sewa Pengacara




TEGAL - Sejumlah ibu-ibu menangis di Kantor Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT), Jumat (15/4) sore. Mereka mengadukan nasib suami mereka yang saat ini dipenjara di Palembang.

Mereka ternyata istri-istri nelayan asal Kota Tegal, yang ditahan aparat berwajib di Perairan Palembang, karena menangkap ikan di luar wilayahnya. Mereja meminta suami mereka dibebaskan dari segala tuntutan, apalagi saat ini sudah ada nelayan yang divonis penjara 1 tahun 8 bulan.

Katun (40), warga RT 2 RW 1 Muarareja, Kota Tegal, mengatakan, suaminya ditangkap aparat bersama belasan nelayan lainnya dari Brebes sejak dua bulan lalu. Akibatnya, perekonomian keluarga sangat terganggu, karena suaminyalah satu-satunya tulang punggung keluarga.

"Saya minta tolong, bebaskan suami saya. Karena tidak merasa mencuri ikan di laut Indonesia," keluhnya.

Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT), Eko Susanto, mengatakan akan ada upaya banding terhadap sejumlah nelayan yang sudah divonis. Targetnya, nelayan yang saat ini nasih berada di Palembang dapat secepatnya dibebaskan.

"PNKT akan mengumpulkan dana untuk membayar pengacara sebagai upaya membebaskan nelayan," tegasnya.

Anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono, menegaskan, sudah saatnya Presiden turun tangan menyelesaikan persoalan ini. Apalagi, ombudsman sudah menyatakan pelarangan alat tangkap sebagaimana disebutkan dalam Permen KP No. 2 tahun 2015 masih ditoleransi.

"Dalam waktu dekat, kita akan mendatangi rumah korban untuk mengetahui secara langsung kondisinya. Kemudian kita akan dorong anggota lainnya mengirimkan surat ke Presiden RI terkait hal itu," tandasnya. (muj/zul)
Share:

Terpaksa, Nelayan Jual Murah Ikan Berkualitas Ekspor



LHOKSUKON – Sejumlah nelayan  di Kabupaten Aceh Utara terpaksa menjual secara murah ikan kualitas ekspor hasil tangkapannya kepada para pengusaha di kawasan Medan.

“Aceh Utara merupakan salah satu daerah dengan penghasil ikan kualitas ekspor terbaik di Aceh namun sayangnya para nelayan terpaksa menjual ikan tersebut dengan harga murah,” kata Ismail Insya, Panglima Laot Aceh Utara kepada portalsatu.com, Jumat 15 April 2016.

Ismail menyebutkan ikan-ikan kualitas ekspor itu seperti kerapu, tuna, koli dan kakap merah dan berbagai jenis ikan lainnya.

Menurut Ismail, para nelayan di Aceh Utara sangat mengeluhkan tidak adanya para pengusaha di Aceh yang mau menampung hasil tangkapannya dengan harga yang terjangkau.

“Selama ini ikan tersebut  dibeli oleh tauke (pengusaha) di Medan dan pasti harga belinya sangat murah. Jika di luar negeri dibeli seharga Rp100 ribu per ekor namun oleh pengusaha Medan dibeli seharga Rp50 ribu per ekornya,” tambah Ismail.

Ismail juga menjelaskan, Aceh Utara memiliki terumbu karang yang melimpah sedangkan di Medan tidak ada makanya banyak pengusaha darisana membeli ikan di Aceh Utara.

“Kami terpaksa menjual kesana, soalnya daya tampung pasar lokal sangat terbatas dan hanya untuk kebutuhan konsumtif rumah tangga saja. Untuk itu, kepada pemerintah Aceh Utara untuk terus berupaya mencari investor yang mau menampung hasil tangkapan nelayan dengan harga terjangkau,” ujar Ismail.
 
Ismail juga  sangat mengharapkan ada pengusaha yang melirik potensi perikanan tersebut, sehingga dari mereka bisa langsung mengekspor ikan  dari Aceh tanpa melalui Medan, lagipula Aceh Utara punya pelabuhan sendiri untuk mengekspornya dan tentunya mudah.[](tyb)


Sumber : Portal Satu 

Investor akan semakian menjauh dikarenakan kualitas hasil tangkap tidak terjamin dan tidak  sesuai kebutuhan industri dalam segi quantity. Industri perikanan yang memasok supply telah tidak beroperasi untuk waktu yang sudah cukup lama.
Share:

Jakarta Makin Tak Ramah bagi Nelayan


Warga tidur di perahu setelah rumahnya digusur 2 hari lalu di Kampung Akuarium, Luar Batang, Jakarta Utara, 13 April 2016. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo 


TEMPO.CO, Jakarta - Jakarta kian tak ramah bagi nelayan, judul berita di halaman Metro Koran Tempo edisi 14 April 2016. Koran itu mengutip data Dinas Kelautan yang menunjukkan jumlah nelayan turun dalam 4 tahun terakhir. Pada 2009, Dinas mencatat ada 12 ribu nelayan di pantai utara. Empat tahun kemudian, jumlahnya tinggal 6.937.

Tahun 2009-2013 merupakan tahun-tahun dimulainya reklamasi Teluk Jakarta. Tujuh perusahaan Agung Sedayu Grup dan Agung Podomoro mulai menimbun pulau A, B, C, D, dan G. Laut pun jadi dangkal. Nelayan kesulitan melaut karena harus berputar dengan ongkos solar kian banyak dan tempat tinggal mereka digusur, seperti di Pasar Ikan, Penjaringan.

Akibat rumah mereka digusur pada Senin lalu, ratusan penduduk kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, memilih tinggal di perahu kayu yang diparkir di Pelabuhan Sunda Kelapa.



Sumber : Tempo
Share:

Urgensi UU Pemberdayaan Nelayan




DPR segera mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Pemberdayaan dan Perlindungan Nelayan, Pembudidaya, dan Petambak Garam. Esensi dari RUU tersebut adalah memberikan hak yang lebih besar untuk mengelola wilayah perairan.

UU tersebut juga memberi dukungan usaha bagi nelayan, pembudidaya, dan petani petambak garam untuk mengakses, mengelola, dan mendapatkan manfaat dari sumber daya perairan. Aspek perlindungan nelayan dalam UU tersebut sesuai dengan standar minimum perlindungan nelayan sebagaimana ditetapkan regulasi internasional.

Hingga kini kondisi nelayan dan petani garam di negeri ini memang masih diwarnai dengan berbagai masalah pelik. Nelayan di Tanah Air menghadapi dilematika ketika pemerintahan Joko Widodo sedang melakukan penegakan hukum di laut terutama terkait dengan illegal fishing.

Selain itu, keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti yang melarang penggunaan alat tangkap pukat harimau ( trawl ) dan sejenisnya juga menimbulkan resistensi. Implementasi UU Pemberdayaan Nelayan yang kelak dijalankan dengan peraturan pemerintah (PP) diharapkan dapat menambah insentif kepada nelayan kecil untuk memperbaiki alat tangkap dan peremajaan mesin kapal.

Karena itu, perlu dirumuskan kembali jenis insentif dalam paket kebijakan optimasi subsidi perikanan, yang diikuti dengan pengaturan kembali zona penangkapan ikan bagi nelayan lokal. Penting juga menata kembali subsidi perikanan yang memiliki sensitivitas local maupun global.

Subsidi Perikanan Bermasalah
Subsidi selama ini sering salah sasaran dan diselewengkan. Bahkan subsidi nelayan untuk peremajaan kapal dan pembelian alat tangkap acapkali dimanipulasi. Akibatnya, pengadaan kapal untuk nelayan mutunya buruk dan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Selain itu, subsidi BBM untuk nelayan selama ini banyak mengalami salah sasaran dan justru jatuh ke tangan para cukong.

Masalah subsidi perikanan selama ini menjadi isu sensitif di tingkat global. Negara-negara maju tak henti-hentinya menuntut dihapuskannya subsidi perikanan dalam berbagai forum. Indonesia jangan sampai terjerumus dalam isu global subsidi perikanan, sehingga usaha untuk memperbaiki nasib nelayan kecil terganggu.

Selama ini definisi tentang nelayan kecil di forum internasional masih bias. Begitu pun di dalam negeri juga masih terjadi perbedaan pendapat terkait definisi nelayan kecil. Padahal, definisi baku tersebut perlu segera ditentukan karena terkait dengan esensi peraturan pemerintah tentang pembudidaya kecil dan nelayan kecil.

Selama ini, jumlah subsidi yang diberikan pemerintah untuk usaha perikanan tidak kecil. Dan pada saat ini negara-negara maju cenderung beranggapan bahwa subsidi perikanan mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat dan menimbulkan dampak serius terhadap cadangan ikan.

Saat Deklarasi Paracas di Peru yang merupakan forum menteri kelautan dan perikanan kawasan Asia Pasifik yang tergabung dalam forum Asia Pacific Economie Cooperation (APEC), pemerintah Indonesia memutuskan untuk tetap memberikan subsidi perikanan bagi nelayan berskala kecil meskipun hal tersebut mendapat pertentangan dari negara-negara maju.

Akar persoalan subsidi perikanan tidak sama bagi negara maju dengan negara berkembang. Sehingga sulit dicari titik temu. Namun demikian Indonesia juga harus memperhatikan kaidah di dalam Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (ASCM) yang terdapat dalam dokumen WTO yang terbit 1999.

Ada masalah terkait dengan pemberian subsidi perikanan yang tidak tepat sasaran. Masalah tersebut yakni, yang menerima justru bukan nelayan kecil yang sebenarnya, tetapi jatuh kepada cukong besar. Ini seperti kasus subsidi bahan bakar minyak (BBM) kepada nelayan yang justru dimangsa oleh pengusaha besar atau para penyelundup. Juga terjadi pada subsidi pengadaan kapal nelayan yang tidak cocok spesifikasinya sehingga kapal tersebut tidak terpakai dan sia-sia padahal sudah menghabiskan anggaran yang sangat besar.

Dalam ketentuan ASCM, definisi subsidi perikanan dapat dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu pertama, subsidi yang dilarang karena dapat meningkatkan kapasitas tangkap dan mendistorsi perekonomian negara lain (prohibited subsidies). Kedua, subsidi yang diperbolehkan selama tidak ada negara lain yang dirugikan karena kebijakan itu (actionable subsidies).

Ketiga, subsidi yang tidak termasuk dalam dua kategori tersebut (nonactionable subsidies). Di Indonesia pemerintah menyatakan subsidi kepada pelaku sector ini tidak ada hubungannya dengan kelebihan kapasitas tangkap. Namun demikian, pencurian ikan oleh pihak luar dalam skala besar dan jika dibiarkan oleh otoritas keamanan laut Indonesia, maka hal itu bisa dianggap sebagai prohibited subsidies khususnya meningkatkan kapasitas tangkap. Apalagi kapal-kapal pencuri ikan tersebut memakai BBM bersubsidi secara ilegal lalu membanjiri pasar domestik dengan ikan hasil tangkapannya.

Selama ini, Dinas Kelautan dan Perikanan di daerah belum inovatif dalam mengelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang luar biasa besarnya itu belum terkekola dengan baik akibat rintangan teknologi dan infrastruktur. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil sebaiknya mencakup program relokasi bagi nelayan.

Kehidupan nelayan di negeri ini didera sederet persoalan krusial. Itu berupa serbuan ikan impor dari negara lain yang membanjiri pasar domestik. Juga masalah persediaan BBM untuk melaut. Profesi nelayan kini masih terpuruk karena insentif dan program pemberdayaan nelayan kurang menjangkau secara luas. Para nelayan sering tidak bisa memenuhi biaya operasional. Akibatnya, waktu menganggur nelayan semakin panjang.

Program alih profesi bagi nelayan tangkap ke arah budidaya ternyata juga kurang efektif dan justru menyebabkan stagnasi produksi dan semakin tingginya intensitas pencurian ikan oleh pihak asing. Semua itu sebenarnya takkan bertambah parah jika para nelayan tangkap jauh-jauh hari sudah diberdayakan dengan menekankan aspek inovasi teknologi dan insentif BBM untuk melaut. Jika program pemberdayaan nelayan bisa dilakukan secara efektif, target Indonesia menjadi eksportir perikanan terbesar di dunia bisa cepat terwujud.

Transformasi Sistem MCS
Kondisi infrastruktur Kementerian Kelautan dan Perikanan kini masih belum ideal. Karena itu, perlu optimasi dan penambahan infrastruktur KKP untuk mengakselerasi program kerja Menteri Susi Pudjiastuti yang progresif dan penuh terobosan.

Dibutuhkan sistem dan solusi teknologi terkini yang bisa membantu mengintegrasikan pengelolaan sumber daya kelautan. Pada prinsipnya sistem memiliki konten dari berbagai aspek: ekologi, ekonomi kelautan, masalah sosial wilayah pesisir hingga tata kelola pulaupulau kecil.

Tekad Menteri Susi yang totalitas dalam memberantas pencurian sumber daya kelautan atau Illegal Unregulated and Unreported (IUU) Fishing di seluruh perairan Indonesia bisa diwujudkan jika ada transformasi sistem MCS (monitoring, control, and surveillance) bagi sumber daya kelautan dan perikanan.

Transformasi itu antara lain ditandai dengan peningkatan secara signifikan kinerja lembaga nasional yakni National Fisheries Monitoring Centre yang berada dalam lingkup KKP. Perangkat system dapat melakukan berbagai analisis data luaran dari Vessel Monitoring System(VMS) untuk penanganan IUU Fishing secara cepat dan tepat.

Sistem juga harus mampu menunjang operasional kapal inspeksi yang bertugas melakukan pengecekan dan penindakan terhadap kapal yang melakukan aktifitas IUU Fishing. Dengan demikian operasi penegakan hukum di laut dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan tidak boros.

Eksistensi Undang-Undang Pemberdayaan dan Perlindungan Nelayan, Pembudidaya, dan Petambak Garam juga harus mampu mengatasi masalah kebutuhan garam nasional yang selama ini masih harus diimpor dari negara lain. Bahkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti sangat geram dengan garam impor yang hingga kini masih membanjiri Indonesia.

Sungguh ironis, Indonesia sebagai negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya lautan dan memiliki garis pantai nomor dua terpanjang di dunia, tak sepantasnya menjadi importer garam. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kebutuhan garam konsumsi setiap tahun mencapai 1,5 juta ton, dan garam industri sebanyak 2 juta ton, sehingga total kebutuhan garam 3,5 juta ton. Tercatat jumlah impor garam mencapai 2,2 juta ton setiap tahunnya.

Pemerintah harus berusaha keras mencari investor yang mau mengolah potensi garam nasional yang belum tergarap. Usaha itu tentunya harus disertai dengan penerapan inovasi teknologi tepat guna pembuatan garam oleh petani. Perlu pembukaan lahan baru yang disertai dengan pemberian insentif serta perbaikan sistem distribusi dan metode produksi. Saatnya pemerintah berpikir keras dan berupaya sekuat tenaga untuk memberdayakan petani garam dengan berbagai inovasi teknologi.

Meskipun dengan langkah yang terseok-seok sebenarnya petani sudah mampu meningkatkan mutu garamnya. Namun, peningkatan tersebut masih dilecehkan oleh kalangan industri. Untuk itu, dengan adanya UU di atas pemerintah dituntut agar bersungguh-sungguh membantu inovasi teknologi produksi pergaraman rakyat. Untuk membantu petani garam dalam menggapai harga yang wajar serta meningkatkan persentase serapan garam rakyat untuk industri domestik diperlukan lembaga semacam badan penyangga garam rakyat.

Pemerintah daerah membuat badan tersebut dan harus mampu menerobos sindikasi garam industry yang selama ini telah meminggirkan garam rakyat. Selain itu, badan tersebut harus juga bisa berfungsi sebagai pengontrol atau pengawas regulasi garam di lapangan.

Harjoko Sangganagara, Dosen sejumlah perguruan tinggi di Jawa Barat


sumber : beritasatu 
Share:

RIcuhnya di Kampung Nelayan



Mereka digusur, mereka tidak boleh melaut, para Nelayan ini selalu ditindas di permukaan maupun di laut, dimana rasa kepedulian pemerintah yang katanya ingin menjadikan jayanya maritim Indonesia? kemana perginya Ibu Susi atas masalah ini? apakah masih senang dengan meledakkan kapal eks asing saja? Bagaimana nasib mereka para Nelayan yang tidak meluat selama 18 bulan lamanya.


Ditambah dengan Kebijakan yang tidak mendukung sama sekali produktif penghasilan para nelayan dan juga perkembangan industri perikanan Indonesia. Masyarakat harus tahu masalah ini dengan sejelas-jelasnya bahwa banyak sekali terjadi ketidakadilan.
Share:

DEMO NELAYAN #HariNelayanTanpaMelaut







"Demonstrasi terjadi karena pintu dialog tertutup, Ibu Susi tak mau berdiskusi" Wajan Sudja - Abilindo - Gernasmapi
 
 
 
 
Jika Bu Susi adalah Menteri Perikanan dan Kelautan seharusnya mereka para nelayan bisa duduk berdampingan dan berdiskusi untuk kemakuran nelayan kedepan. Namun Bu Susi selalu tidak bisa hadir dan hanya membiarkan mereka dengan derita mereka atas kebijakan yang dibuat tanpa kajian akademis dan tahapan evaluasi yang bnear. 
Share:

Nelayan Terpuruk 18 bulan #HariNelayanTanpaMelaut




"Akibat kebijakan Bu Susi, nelayan melaut dianggap penjahat." Daniel Johan Anggota DPR RI PKB


Jika nelayan takut untujk meluat, kemana lagi mereka harus mencari nafkah untuk keluarga mereka, entah itu dari nelayan tradisional, buruh kelola ikan dan asosiasi peikanan Indonesia yang tidak bisa beroperasi karena adanya ketidak pastian peraturan bagi pengusaha perikanan yang legal.
Share:

PERJUANGKAN NELAYAN INDONESIA




“Bubarkan Satgas 115, Kita perkuat TNI dan Bakamla
GERNASMAPI siap menjadi GARDA TERDEPAN untuk Menjaga
Kedaulatan Negara Bersama TNI” ONNO SURONO
Share:

ASPIRASI RAKYAT NELAYAN



Kebijakan Ibu Susi telah merugikan para nelayan-nelayan tradisional maupun Industri perikanan. PERMEN Ibu Susi telah mematikan jalannya produksi Nelayan Indonesia menjadi mundur kembali dari keterpurukan.
Share:

Nelayan VS MENTERI KP #HariNelayanTanpaMelauat



Sedikitnya 5.000 nelayan dari berbagai daerah di Indonesia mempertanyakan sejumlah kebijakan yang telah dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Mereka melakukannya dengan aksi demontrasi di Jakarta, Rabu (06/04/2016). Ribuan nelayan tersebut melakukan demo di depan kantor KKP, Lapangan Silang Monas, dan depan Istana Negara.

Ribuan massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Masyarakat Perikanan Indonesia (Gernasmapi) itu memulai aksi pada pagi hari di depan kantor KKP. Di depan kantor Menteri Susi Pudjiastuti itu, massa melakukan aksi orasi menuntut Susi untuk segera mengevaluasi kebijakannya.

Namun, di depan kantor KKP, aksi massa hanya berlangsung sekitar sejam saja. Setelah itu, massa langsung bergerak ke depan Istana Negara. Di depan kantor Presiden RI Joko Widodo, massa kembali melakukan aksi orasi. Tuntutannya hanya satu: cabut semua kebijakan yang merugikan nelayan.

 Tidak adanya produksi dari pabrik kelola ikan yang kurang bahan baku dan banyak penggangguran sedangkan Ibu Susi mahir meledakkan kapal asing akan tetapi itu sudah dilakukan oleh menteri-menteri sebelumnya hanya saja tidak di publikasi oleh pemerintah tidak seperti sekarang ini.

Pada tahun 1990'an Cantrang diberikan oleh pemerintah untuk nelayan-nelayan Indonesia. agar bisa produksi dengan baik. Tapi sekarang tiba-tiba nelayan ditangkap dikarenakan alat tangkap menggunakan Cantrang.
Share:

#HARINELAYANTANPAMELAUT



Rakyat tidak akan diam jika ketidakadilan yang telah terjadi pada kami, kami akan turun untuk berunjuk rasa dan saatnya kita bersatu para Nelayan Indonesia, merangkul bersama untuk kuat menghadapi badai. Salam perjuangan.
Share:

Tolak Permen Kelautan dan Perikanan, 100 Nelayan Lamongan Berangkat Demo ke Jakarta






Para nelayan Lamongan saat persiapan berangkat ke Jakarta melakukan aksi demo bergabung dengan nelayan seluruh Indonesia, Selasa (5/4/2016) 


SURYA.co.id | LAMONGAN - Lamongan - Sekitar 100 nelayan Lamongan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Lamongan berangkat ke Jakarta, Selasa (5/4/2016).

Para nelayan ini ikut ambil bagian dalam aksi nasional nelayan ke kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menolak Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 1 dan 2 Tahun 2015.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Lamongan, Agus Mulyono kepada wartawan mengatakan, keberangkatan para nelayan pantura ke Jakarta ini dalam rangka untuk mengikuti aksi nasional pada 6 April menolak peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 1 dan 1 tahun 2015 tentang larangan pemakaian alat tangkap pukat Heila yang pada umumnya digunakan oleh nelayan pantura Lamongan.

“Larangan ini tentu memberatkan para nelayan, sebab pukat Heila itu selama ini yang dipakai alat nelayan Lamongan untuk menangkap ikan. Kalau dilarang, tentu akan berdampak dengan kehidupan keluarga nelayan.

"Makanya kami bergabung dengan nelayan se-Indonesia demo ke Jakarta menolak permen 1 dan 2,"ungkap Agus Mulyono kepada Surya (TRIBUNnews.com Network).

Peraturan yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan telah membuat keresahan di nelayan pantura Lamongan.

Pasalnya, sebagian besar nelayan Lamongan sehari-harinya menggantungkan hidupnya dari menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap cantrang.
Seratus nelayan yang berangkat ke Jakarta sekaligus mewakili ribuan nelayan di Pantura Lamongan.

Selama di Jakarta, lanjut Agus, selain menggelar aksi di Kantor kementerian Kelautan dan Perikanan, nelayan juga akan menuju istana negara dan gedung DPR/MPR RI.

Nelayan ke Jakarta dari kantor Rukun Nelayan Kelurahan Blimbing, Kecamatan Paciran, dengan menggunakan 2 bus.

“Penanggungjawab aksi ini adalah ketua HNSI Lamongan, Agus
Mulyono dan DPD HNSI Jatim, Sudarlin, "tandasnya.

Keberangkatan para nelayan ke Jakarta ini dikawal ketat petugas kepolisian yang dipimpin langsung oleh Kasatpol Airud, AKP M. Fadelan. Fadelan berharap agar para nelayan menjaga keselamatannya.
Selain itu, Dan selama selama ke Jakarta, sewaktu aksi dan sewaktu pulang agar para nelayan tidak ada yang membawa senjata tajam.urut mengawal juga kapolsek Brondong AKP Sunaryo Putro dan Kapolsek Paciran, AKP Ilham.

“Kita selalu arahkan agar aksi para nelayan ini tetap pada tingkah kesantuntan dan tidak akan berbuat anarkis yang bertentantan dengan hukum,”kata Fadelan.

Sumber : surabaya.tribunnews.com
Share:

Kiat Jitu Mempercepat Pertumbuhan Gurami


JAKARTA, JITUNEWS.COM - Ikan gurami termasuk ikan konsumsi yang jadi primadona. Namun, lamanya waktu pembesaran hingga siap panen yang bisa mencapai 1 tahun membuat banyak petani yang berpikir panjang untuk membudidayakan ikan gurami ini.

Untuk mempercepat pertumbuhan gurami yang dikenal lamban, sebaiknya pakan pelet dicampur terlebih dahulu dengan probiotik.

Probiotik ini sudah banyak digunakan petani ikan maupun produk pertanian lainnya untuk meningkatkan produksi. Pada ikan, probiotik mampu meningkatkan nafsu makan, memacu pertumbuhan karena penyerapan protein lebih sempurna, menambah kekebalan terhadap penyakit sehingga mengurangi tingkat kematian, menghilangkan bau busuk (amis) dan menumbuhkan plankton pakan alami di kolam.

Salah satu jenis probiotik yang bisa digunakan adalah Raja Grameh dan SPF. Probiotik tersebut yang dicampurkan pada pakan maupun langsung dituang dalam kolam dengan dosis tertentu. Setelah pemberian probiotik ini biasanya air kolam berwarna lebih hijau karena mampu merangsang pertumbuhan fitoplankton sebagai makanan alami ikan dalam kolam yang juga dapat memacu pertumbuhan serta membantu menjaga kekebalan tubuh ikan sehingga lebih tahan penyakit.

Selain memberikan probiotik, pemberian frekuensi pakan pun harus diperhatikan. Ada baiknya pakan diberikan pada pagi dan malam hari dengan persentase 2% dari berat massa ikan dalam kolam atau sekitar 4 kg. Di samping pakan pelet, Anda pun bisa memberikan daun sente (seperti daun talas) yang banyak ditemukan di sekitar kolam sebagai pakan tambahan ikan yang diberikan sekitar 100 daun/hari.






sumber : Jitunews
Share:

PERMEN SUSI MEMATIKAN NELAYAN

Selamat Pagi Para Nelayan Indonesia, Mari kita Rebut kembali hak kita sebagai nelayan seutuhnya dan menolak segala kekeliruan yang ada saat ini. dengan ini seluruh rakyat berprofesi nelayan menolak kebijakan Susi.




Kami tidak akan mundur!!
Share:

ads

Postingan Populer

Recent Posts

Pages